BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia
dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah
penduduk yang terus berkembang sementara luas lahan tidak berkembang,
menyebabkan tekanan penduduk terhadap sumberdaya lahan semakin berat. Pada sisi
lain, lapangan pekerjaan yang terbatas mendorong masyarakat tidak memiliki
banyak pilihan mata pencaharian kecuali bertani atau berkebun dengan
memanfaatkan lahan yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya. Akibat
pemanfaatan dan penggunaan yang demikian menjadikan lahan mengalami degradasi
yang kemudian disebut lahan kritis, terutama pada perkebunan kelapa sawit.
Sehingga akhirnya dilakukanlah konservasi pada perkebunan kelapa sawit tersebut
untuk lebih mengoptimalkan pemanfaatan lahan-lahan yang kritis tersebut, dan
metode konservasi yang biasa dilakukan di perkebunan kelapa sawit adalah metode
konservasi mekanik.
Konservasi tanah
secara mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis dan pembuatan bangunan yang
ditujukan untuk mengurangi aliran permukaan guna menekan erosi dan meningkatkan
kemampuan tanah mendukung usaha secara berkelanjutan. Pada prinsipnya
konservasi mekanik dalam pengendalian erosi harus selalu diikuti oleh cara
vegetatif, yaitu penggunaan tumbuhan atau tanaman dan penerapan pola tanam yang
dapat menutup permukaan tanah sepanjang tahun. Pengendalian erosi dan aliran
permukanaan merupakan persyaratan utama untuk mencegah terjadinya penurunan
kualitas lahan. Metode tersebut ditujukan untuk memelihara, mempertahankan dan
meningkatkan produktivitas tanah. Pengendalian erosi dapat dilakukan baik
melalui cara vegetatif, mekanik dan kimia. Tindakan tersebut sangat mendesak
untuk dilakukan karena :
a) Kondisi
topografi wilayah dilahan berombak, bergelombang, berbukit dan lereng.
b) Kondisi
curah hujan relatif tinggi.
c) Kondisi
lahan merupakan area rawa, area gambut atau area pasang surut.
d) Terjadinya
pemadatan tanah khususnya di lahan menyebabkan rendahnya air hujan yang
terinfiltrasi ke dalam tanah, sehingga terjadi aliran permukaan yang hebat.
e) Lahan
masih terbuka dari terpaan hujan secara langsung.
Metoda konservasi
yang dapat dilakukan diantaranya adalah : pengolahan tanah, pembangunan teras,
pembuatan saluran disepanjang kontur yang berfungsi sebagai saluran air untuk
mengisi persediaan air dalam tanah, dan enanaman tanaman dalam setrip kontur.
1.2. Ruang Lingkup
Kajian pembahasan pada makalah ini penulis batasi yaitu hanya
implementasi metode konservasi mekanis tanah dan air pada perkebunan kelapa
sawit saja.
1.3. Tujuan
Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini adalah :
Ø
Mempelajari metode konservasi mekanik.
Ø
Menganalisa implementasi metode konservasi tanah
dan air secara mekanik pada perkebunan kelapa sawit.
Ø
Mengidentivikasi bentuk-bentuk implementasi
metode konservasi mekanik pada perkebunan kelapa sawit di area kritis seperti
area berbukit, rawa, gambut maupun area pasang surut.
Ø
Mengetahui cara pembuatan serta manfaat pembuatan
metode konservasi mekanik pada perkebunan kelapa sawit.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Metode Konservasi Mekanik di Perkebunan
Kelapa Sawit pada Area Berbukit
Implementasi metode konservasi mekanik di
perkebunan kelapa sawit pada area berbukir
terdapat beberapa bentuk metode konservasi. Bentuk – bentuk konservasi
tanah secara mekanik tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Teras kontur (cotour cultivation)
Teras kontur dibuat
dengan cara memotong panjang lereng dan meratakan tanah di bagian bawahnya,
sehingga terjadi deretan bangunan yang berbentuk seperti tangga. Fungsi utama
teras kontur adalah:
ü memperlambat
aliran permukaan;
ü menampung
dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak sampai merusak;
ü meningkatkan
laju infiltrasi tanah dan
ü mempermudah
pengolahan tanah.
Efektivitas kontur
sebagai pengendali erosi akan meningkat bila ditanami dengan tanaman penguat
teras di bibir dan tampingan teras. Rumput dan legum pohon merupakan tanaman
yang baik untuk digunakan sebagai penguat teras. Tanaman Muccuna bracteata sebagai tanaman penguat teras banyak ditanam di perkebunan
kelapa sawit. Teras kontur adakalanya dapat diperkuat dengan batu yang disusun,
khususnya pada tampingan. Model seperti ini banyak diterapkan di kawasan yang
berbatu.
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembuatan teras kontur adalah:
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembuatan teras kontur adalah:
1)
Dapat diterapkan pada lahan dengan kemiringan
10-40%, tidak dianjurkan pada lahan dengan kemiringan >40% karena bidang
olah akan menjadi terlalu sempit.
2)
Tidak cocok pada tanah dangkal (<40 cm)
3)
Tidak cocok pada lahan usaha pertanian atau
perkebunan yang menggunakan mesin pertanian.
4)
Tidak dianjurkan pada tanah dengan kandungan
aluminium dan besi tinggi.
5)
Tidak dianjurkan pada tanah-tanah yang mudah
longsor.
Manfaat pembuatan teras kontur :
ü
Mengurangi bahaya erosi;
ü
Memudahkan pemeliharaan dan panen;
ü
Menghindari hilangnya pupuk karena erosi; dan
ü
Mengurangi losses produksi terutama brondolan.
Pembuatan
teras kontur
Melihat
aspek pengawetan lahan dan air, menanam kelapa sawit pada areal berbukit yang
sudut kemiringannya diatas 22 derajat adalah kurang memadai. Akan tetapi lahan
yang tersedia semakin lama semakin berkurang sehingga penanaman kelapa sawit
pada areal berbukit menjadi hal yang wajar diusahakan dengan tehnik
pembuatan teras bersambung ( teras kountur ).
Penentuan
pembuatan teras harus lebih dititik beratkan pada aspek panen. Penentuan jumlah
kerapatan teras per ha harus ditentukan dengan terlebih dahulu membuat titik
pancang. Pertemuan garis kontur dengan garis kemiringan lahan yang tercuram
adalah pada jarak horizontal yang tetap yaitu 7,97 m. Jika jarak antar dua
teras yang bersebelahan lebih besar dari 12 m menjauhi garis kemiringan lahan
yang tercuram, maka perlu dibuat teras tambahan dengan jarak sekitar 7,3 m.
Teras tambahan ini akan terpotong jika kemiringan lahan meningkat dan akan
bersatu kembali dengan teras utama.
Pembuatan
teras kontur ini harus dimulai dari teras paling atas, kemudian dilanjutkan
teras dibawahnya. Teras kontur dibuat dengan permukaan yang miring ke
dinding teras dengan sudut miring 10 - 15 derajat. Lebar teras berkisar
antara 3 -4 meter
Pembuatan
teras kontur dilakukan dengan menggunakan buldozer, tanah galian disusun
untuk tanah bagian yang ditimbun dengan membentuk sudut 10 -15 derajat.
1. Teras individu / tapak kuda
Teras individu adalah teras yang dibuat pada setiap individu tanaman,
terutama tanaman tahunan (lihat gambar). Jenis teras ini biasa dibangun di
areal perkebunan kelapa sawit
1.
Rorak
atau lubang resapan air
Rorak
merupakan lubang penampungan atau peresapan air, dibuat di bidang olah atau
saluran resapan. Pembuatan rorak bertujuan untuk memperbesar peresapan air ke
dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi. Pada lahan kering beriklim
kering, rorak berfungsi sebagai tempat pemanen air hujan dan aliran permukaan.
Dimensi
rorak yang disarankan sangat bervariasi, misalnya kedalaman 60 cm, lebar 50 cm,
dan panjang berkisar antara 50-200 cm. Panjang rorak dibuat sejajar kontur atau
memotong lereng. Jarak ke samping antara satu rorak dengan rorak lainnya
berkisar 100-150 cm, sedangkan jarak horizontal 20 m pada lereng yang landai
dan agak miring sampai 10 m pada lereng yang lebih curam. Dimensi rorak yang
akan dipilih disesuaikan dengan kapasitas air atau sedimen dan bahan-bahan
terangkut lainnya yang akan ditampung.
Sesudah
periode waktu tertentu, rorak akan terisi oleh tanah atau serasah tanaman. Agar
rorak dapat berfungsi secara terus-menerus, bahan-bahan yang masuk ke rorak
perlu diangkat ke luar atau dibuat rorak yang baru.
2. Guludan (stop bund)
Guludan ( stop bund) dapat berupa gulud tunggal
atau atau gulud bersaluran menurut kontur yaiyu barisan guludan yang dilengkapi
dengan saluran air di bagian belakang gulud. Metode ini dikenal pula dengan
istilah guludan bersaluran. Bagian-bagian dari teras gulud terdiri atas
guludan, saluran air, dan bidang olah
Fungsi dari stop bund hampir sama dengan teras
kontur, yaitu untuk menahan laju aliran permukaan dan meningkatkan penyerapan
air ke dalam tanah. Saluran air dibuat untuk mengalirkan aliran permukaan dari
bidang olah ke saluran pembuangan air. Untuk meningkatkan efektivitas stop bund dalam menanggulangi erosi dan
aliran permukaan, stop bund diperkuat
dengan tanaman penguat teras. Jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai
penguat teras kontur juga dapat digunakan sebagai tanaman penguat stop bund. Sebagai kompensasi dari
kehilangan luas bidang olah, bidang teras gulud dapat pula ditanami dengan
tanaman bernilai ekonomi (cash crops), misalnya tanaman katuk, cabai rawit, dan
sebagainya.
Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pembuatan stop
bund :
1)
Stop bund
cocok diterapkan pada lahan dengan kemiringan 10-40%, dapat juga pada lahan
dengan kemiringan 40-60% namun relatif kurang efektif.
Pada tanah yang permeabilitasnya tinggi, stop bund dapat dibuat menurut arah kontur. Pada tanah yang
permeabilitasnya rendah, stop bund
dibuat miring terhadap kontur, tidak lebih dari 1% ke arah saluran pembuangan.
Hal ini ditujukan agar air yang tidak segera terinfiltrasi ke dalam tanah dapat
tersalurkan ke luar lahan dengan kecepatan rendah.
2.1. Metode Konservasi Mekanik di Perkebunan
Kelapa Sawit pada Area Rawa, Gambut dan Pasang Surut
Pada
area kritis basah (rawa, gambut, pasang surut) memiliki pengelolaan atau bentuk
metode konservasi mekanik yang berbeda dengan area berbukit. Adapun
bentuk-bentuk konservasi mekanik di perkebunan kelapa sawit pada area kritis
basah tersebut diantaranya adalah denganpembuatan tanggul / tapak timbun, serta
pengaturan tata kelola air 9water
management).
1.
Tanggul
/ tapak timbun
Tapak
timbun meerupakan suatu bentuk metode konservasi mekanik yang sering diterapkan
di perkebunan kelapa sawit biasanya pada area rawa, ataupun pada area pasang
surut. Tapak timbun dibuat dengan tujuan untuk melindungi tanaman dari resiko
kelebihan air pada area rawa saat terjadi banjir biasanya paa musim penghujan
ataupun ketika air pasang pada area pasang surut.
Tapak
timbun biasanya dibuat secara manual dengan alat cangkul. Ukuran ideal tapak
timbun pada kelapa sawit adalah berjari-jari (r) = 2 m, dan yang haris
diperhatikan adalah bentuk dari tapak timbun ini harus seperti piring yang
permukaan tepinya lebih tinggi dari bagian dalamnya atau miring ke dalam. Hal
ini bertujuan agar dapat meningkatkan infilltrasi pada saat precipitasi (turun hujan).
Tinggi tepi atau bibir tapak timbun biasanya adalah antara 20 cm – 40
cm, tergantung kondisi area yakni jika ketinggian banjir pada area tersebut
tinggi maka tapak timbun dibuat lebih tinggi, begitupula sebaliknya. Namun
tidak ada salahnya bahkan lebih aman jika tapak timbun dibuat tinggi untuk
antisipasi tetapi pastinya membutuhkan pengerjaan yang lebih.
1.
Pengaturan
irigasi (in let) dan drainase (out let) => water management
Saluran Induk
sebagai bagian dari sistem irigasi (inlet) dan drainase (outlet) areal gambut
pasang surut. Dapat juga dilakukan perpaduan Sungai dan Saluran Induk sebagai
bagian dari sistem irigasi dan drainase
areal gambut pasang surut.
Prinsip irigasi
dan drainase di areal gambut pasang surut adalah in put and out put yaitu jika salah satu saluran berfungsi sebagai
saluran pemasukan (inlet/ irigasi), maka saluran di-sebelahnya dijadikan
saluran pengeluaran (outlet/ drainase).
Saluran pemasukan diberi pintu air yang membuka ke dalam, sehingga pada waktu
pasang air dapat masuk dan air tidak dapat ke luar jika air surut. Saluran
pengeluaran diberi pintu air yang membuka ke luar, sehingga pada waktu air
surut air dapat keluar dan air tidak dapat masuk kembali jika air sedang
pasang. Saluran sekunder yang merupakan batas blok perlu ditata mengikuti
aliran satu arah. Pada lahan yang bertipe luapan minim, pintu water gate/ flap
gate di-lengkapi stop block yang bisa di-fungsikan pada waktu air pasang kecil.
Pada area gambut ataupun area pasang surut
perlu mengendalikan dan mengatur neraca keseimbangan air dengan membuat pintu air dengan system water flow yang dapat mempertahankan
level air baik saat pasang atau surut maupun saat musim penghujan atau kemarau. Pintu air
juga bisa digantikan dengan penyekatan secara konvensional yang prinsip
kerjanya hampir sama dengan sistem pintu air water flow. Hal
ini dimaksudkan untuk mencegah kering tak balik, mencegah kapasitas air yang
berlebihan dan menghindari stres air selama periode kering (kemarau).
Pada musim
kemarau area gambut tidak boleh sampai benar-benar kering karena sangat rawan
terjadi kebakaran. Kebakaran yang bisa terjadi setelah LC biasanya terjadi
karena tidak memperhatikan sistem kesetimbangan kapasitas air di areal gambut. Tipe
kebakaran yang biasanya terjadi adalah tipe above
ground level (kebakaran di atas permukaan tanah) atau tipe all layers of soil (kebakaran seluruh
lapisan tanah) yang tidak terkendali terutama pada area yang lapisan gambutnya
sangat tebal.
Tata kelola air
dalam block di area pasang surut sistem pengelolaan airnya dilakukan sebisa
mungkin dengan sistem aliran satu arah. Salah satu saluran/ parit tersier
dijadikan alur pemasukan irigasi dan saluran tersier lain dijadikan saluran
pembuangan menuju saluran/ parit tersier drainase. Diperlukan juga saluran/
parit dangkal berupa saluran/ parit kuarter di sekeliling areal tertentu yang
diduga kandungan piritnya banyak. Saluran ini berfungsi sebagai saluran penyalur di dekat saluran tersier irigasi dan
sebagai saluran pengumpul yang didekat saluran tersier drainase.
Di dalam antar
baris tanam bisa dibuatkan pula saluran dangkal intensif yang berfungsi untuk
mencuci zat asam dan zat beracun dari areal tanam bermasalah. Jarak
antar-saluran bervariasi tergantung kepada permasalahan lapangan dan kendala
lahan, misal dapat diatur sebagai berikut:
1.
Lahan dengan kandungan pirit dalam dibuat saluran
dengan jarak 9 m atau 18 m
2.
Lahan dengan kandungan pirit dangkal dibuat saluran
dengan jarak 6 m atau 9 m
3.
Pada lahan sulfat masam dibuat saluran berjarak 3 m
atau 4,5 m
Sesuaikan dengan
jarak tanam di lapangan dan kerapatan tanam yang ada.
Nara sumber: Nico Setiawan (My Friend)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar